Senin, 25 Mei 2009

Metode Zikir

SETELAH iman, maka makan yang sangat di butuhkan hati adalah zikir, zikir bukan makanan bergizi, suplemen, minuman berenergi, atau serbuk serat alami, ia bukan definisi-definisi serbarrumit yang biasa ditekuni oleh para ahli kalam, ahli teologi, ataupun sufi. Zikir adalha ilmu, amal, dan istiqamah. Maksudnya, BENTUK-bentuk zikir itu sudah dijelaskan dalam Al-Qur ‘an dan sunnah, kita tinggal mengamalkannya secara istiqamah (kontinu).
Zikir adalah rahasia ketenangan jiwa. Ia adalah amalan-amalan yang menyejukan hati, melapangkan dada. Ia ibarat tali yang mengikatkan hati-hati orang beriman dengan Rabbanya.
“Orang-orang yang beriman hati-hati mereka merasa tentram karena berzikir mengingat Allah. Keteuilah dengan berzikir mingingat Allah, hati menjadi tentram.” (ar-Ra’d [13]: 28)
A. Pemahaman Umum
Zikir biasanya dipahami sebagai kalimat-kalimat Allah yang di baca secara berulang-ulang, misalnya kalimat Tasbih (subhanallah), tahmid (alhamdulillah), takbir(Allah Akbar), istigfar (astaghfirullah al-azhim), shalawat (Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad), dan lain-lain.
Bacaan-bacaan zikir memiliki pengaruh luar biasa,. Pengaruh paling sederhana, yaitu bunyi bacaan yang terdengar indah di telinga. Kemudian, pengulangan-pengulangan kalimat yang membekaskan ketenangan di hati serta pemahaman terhadap makna agung dari kalimait-kalimat itu.
Jangankan membayangkan situasi khusyu ketika seorang hamba sedang menghayati keagungan Rabbnya melalui bacaan-bacaan itu. Bagi orang-orang yang tidak memahami maknanya, mereka sudah gembira dengan hanya mengulang-ulang bacaan. Sebagai contoh, bacaan istigfar (astaghfirullaha al-‘azhim ‘aku memohon ampun kepada Allah Yang MahaAgung’). Tidak semua orang tahu bacaan itu, bahkan sebagian mereka membaca bacaan keliru (astaghfirullah). Namun, mereka mengahayati bahwa kalimat itu dibaca sebagai sarana untuk mengakui kesalahan-kesalahan diri, lalu memohon ampun atas kesalahan-kesalahan tersebut. Hai ini sudah merupakan manfaat luar biasa.
Dalam praktik, bacaan-bacaan zikir kadang diucapkan pelan secara sendiri-sendiri, namun ada pula yang di baca secara bersama-samam, dipimpin seseorang iman tertentu. Orang-orang menyebut ritual seperti itu majelis zikir. Di sana zikir di baca berjamaah, dilagukan, kadang di sertai gerakan-gerakan kepala ke kanan dan ke kiri . kadang, bacaan zikir itu semakin keras dan cepat, tak ubahnya seperti mobil semakin di pacu hingga mencapai puncaknya kecepatan. Bagi pengikut paham-paham sufi tertentu, mereka berzikir sambil menari-nari, memakai rok besar ala Turki, itu pun disertai bunyi-bunyi alat musik.
Tentu saja kita harus melihat cara-cara membaca zikir ini secara libih bijaksana. Kalimat-kalimat yang diucapkan adalah kalimat thayyibah ‘kata-kata yang baik’, sebab ia menyangkut pujian-pujian terhadap Allah, sifat-sifat keAgungan-Nya, serta nama-nama indah yand telah Dia pilih untuk diri-Nya sendiri. Dalam hal ini sudah sepantasnya kita berhati-hati, tidak menyamakan ucapan zikir dengan mantra-mantra sihir, atau kalimat-kalimat lain yang tidak suci.
Misalnya sekolompok laa ilaha illa Allah sambil bersuara keras mengelengkan kepala ke kanan dan ke kiri, matanya terpejam seperti orang yang tidak sadar diri. Apakah pantas kalimat-kalimat suci di baca seperti itu? Benarkah mereka ingin mencari ridha Allah? Mungkinkah mereka akan memahami makna zikir-zikir itu di hatinya? Inilah kekeluruan yang nyata, bacaan-bacaan yang suci di baca dengan cara yang tidak suci.
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (al- A’ raaf [7]:55)

Kata-kata melampaui batas di atas, menurut tafsir versi Departemen Agama RI memiliki pengertian, “melampaui batas tentang yang di minta dan cara meminta.” Apa yang di minta berlebihan. Melebihi kepantasan sebagai manusia biasa sedang cara memintanya juga berlebihan. Ayat di atas tidak secara khusus berbicara tentang adab zikir, tapi kalimat “sesungguhnya dia tidak menukai orang-orang yang melampaui batas” menjadi pembatas mutlak bahawa kita tidak boleh melampaui batas dalam segala hal. Apalagi dalam berzikir.
B. Keragaman Bentuk Dzikir
Bentuk-bentuk zikir bermacam-macam, shalat, puasa, ibadah haji, merupakan zikir, membaca Al- Qur ‘an dan merenungi maknanya, juga zikir aktivitas apa pun yang benar, di mana di dalamnya seseorang mampu mengingat Allah, hal itu merupakan zikir. Zikir tidak terbatas pada ucapan-acapan kalimat thayyibah seperti di dalam pengertian di atas.
Merenungi ciptaan Allah yang bertebaran di daratan, lautan dan angkasa adalah zikir. Membaca doa-doa sunnah dalam kehidupan sehari-hari seperti makan, tidur, masuk kamar mandi, memakai pakaian, berkumpul dengan istri, dan lain-lain, itu juga zikir. Berdoa memohon karunia Allah dan berlimdung kepada-Nya dari bencana dan malapetaka dan zikir. Bahkan , selalu taat kepada Allah, di man pun dan kapan pun, ia juga berzikir (dalam arti luas).
“(Ulil Albaab) yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) . ‘Ya Tuhan Kami, tiadalah engkau ciptakan ini dengan sia-sia. MahaSuci engkau. Maka periharalah kami dari siksa api nereka.’” (Ali Imram [3]: 191)
Berdiri, duduk, dan berbaring adalah tiga kondisi yang merangkum seluruh keadaan manusia, jika manusia tidak berdiri, dia pasti duduk atau berbaring. Jika ia tidak duduk, dia pasti akan berdiri atau berbaring. Jika ia tidak berbaring, dia pasti akan berdiri atau duduk. Tidak lagi situasi di luar tiga kondisi tersebut. Ini artinya, zikir meliputi seluruh aktivitas hidup manusia.
Dengan modal keiman dan zikir, maka jiwa manusia akan terisi penuh. Ia terisi air kesejukan nan jernih, dingin, dan manis rasanya . dalam keadaan demikian, kita tidak perlu khawatir dengan stres. Ilmu dam iman akan menjawab seluruh sebab kecemasan, sedang zikir akan menjadi pemuas hati-hati yang dahaga
C, Etika Berzikir
Dengan berzikir kita berharap akan memperoleh pahala besar, di mudahkan dalam urusan-urusan, dianugrahi kemenangan, di ampuni dosa-dosa, serta di limpahi ketenangan jiwa. Untuk merahi semua kebaikan itu sudah tentu kita harus memenuhi etika dalam berzikir. Dia bawah ini terdapat beberapa ketentuan penting ketika berzikir mengucap kalimat-kalimat thayyibah.
1. Ikhlas karena Allah. Banyak orang berzikir namun zikirnya tidak terangkat kelangit, hanya singgah di hati-hati manusia, sebab mereka berzikir dengan tidak ikhlas. Lidahnya berkata ikhlas, tapi hati-hati mereka mengingkari. Zikir seperti ini berbahaya bagi pelakunya, juga bagi orang-orang mengikutinya.
“Padahal mereka tidak di suruh keculai supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus.” (al-Bayyinah [98]: 5)
2. Berzikir sesuai bentuk atau ucapan zikir yang di teladankan oleh Rasulullah saw. Setiap ucapan zikir yang kit ucapkan perlu diklarifikasi terlebih dahulu, apakah ia bersumber dari Rasulullah atau hanya karangan guru-guru kita? Jika ia hanya karangan guru-guru , sudah selayaknya ditinggalkan. Mengapa? Dengan berzikir sesuai contoh dari Rasulullah, selain berpahala, membawa ketenagan, juga selamat dari pernyimpangan. Dengan mengikuti cara-cara selain dari Rasulullah, tidak ada yang berani menjamin bahwa cara seperti itu akan membawa kebaikan, lagi pula, jika seseorang lebih mendahulukan guru-gurunya daripada Rasulullah, apakah guru-gurunya mereka lebih mulia dari Rasulullah? Jika demikian adanya. Mengapa bukan guru-guru itu yang diangkat oleh Allah sebagai Rasulullah dalam perkara zikir ini tampak sepele, padahal di balik itu terdapat kossekuensi-konsekuensi yang sangat serius. Orang-orang beriman sudah tentu akakn istiqamah berdir di belakang shaf nabi mereka yang mulia, shalallahu ‘alaihi wa sallam.
3. Berendah diri dan dengan cara suara yang lembut. Allah memiliki sifat-sifat yang Agung, misalnya As-Sami’ ‘Maha Mendengar’, Al-‘Alim ‘Maha Mengetahui’, Al-Khabir ‘Mahatahu’, Al-Qarib ‘MahaDekat’, Al-Bashir ‘MahaMelihat’, dan lain-lain. Dengan sifat-sifat seperti ini pantaskah kita curiga bahwa Allah tidak mendengar zikir hamba-hamba-Nya? Jangankan yang di ucapkan di lisan, yang terbersit di hati pun Dia mengetahui.
“Katakanlah. ‘jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkanya, pasti Allah mengetahuinya…” (Ali Imran [3]: 29)
4. Berzikir dengan penuh kesungguhan. Dalam berzikir jangan bercanda atau bermalas-malasan. Jika bercanda khawatir Allah tidak ridha, lalu dia palingkan hati kearah kesesatan. Na’Udzubillah min dzalik. Begitu juga jangan bermalas-malasan, namun penuh kesungguhan. Jika lagi malas, capek, atau, suntuk, sebaiknya tidak berzikir lama-lama, sekucupnya saja. Lebih baik seperti itu daripada berzikir lama-lama, tetapi hati merasa berat.
“Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadatlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (al-Muzzammil [73]:8)
5. mengharap rahmat Allah. Ketika berzikir kita harus mempunyai harapan kepada Allah kita berharap akan mendapat kemudahan, akan diampini dosa-dosa kita berharap pahala kepada-Nya. Zikir tanpa harapan seperti amal-amal yang hampa.
“…dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (al-A’ raaf [7]: 56)
Dalam praktik, zikir banyak diamalkan oleh umat Islam dengan berbagai tujuan dan kepentingan. Namun upaya-upaya zikir itu sering kali mengabaikan adab-adab yang semestinya di jaga dengan baik. Manusia-manusia mengucap kalimat-kalimat suci dengan cara-cara yand tidak suci. Hal itu sama saja dengan merendahkan martabat asama-asma Allah yang seharusnya di Agungkan.
D. Penawar Hati
Di zaman modern banyak orang merasa stres berbagai beban hidup yang harus di pikul. Namun, jika hati-hati mereka beriman kepada Allah, mengibadahi-Nya dengan penuh keikhlasn, tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, serta mengangungkan cara-cara yang telah diteladankan oleh Sayyidil Mursalin Rasulullah saw., sungguh mereka tidak pantas tertekan oleh stres. Terlebih jika mereka mau mengisi hidupnya dengan amal-amal zikir yang penuh berkah, iman dan zikir adalah dua senjata utama yang akan mengempaskan stres dari dada-dada kita.
Jalan ini sebenarnya merupakan jalan yang mudah. Siapa pun akan mampu menapakinya dengan langkah-langkah yang tenang, tidak khawatir oleh tiupan angin, duri-duri atau batu-batu sandungan. Jika kita benar-benar ingin terbebas dari stres maka carilah ilmu, kemudian hiduplah dengan di bimbing oleh ilmu. Setelah itu, isilah hidup anda dengan amal-amal zikir, lakukanlah sekuat kemampuan. Zikir akan menghidupkan hati seperti air menghidupkan tanaman. Tanpa zikir hati akan kering, gersang, penuh kehampaa.
Rasulullah saw. Bersabda,
“perumpamaan orang yang berzikir mengingat Rabbnya dengan orang yang tidak mengingat-Nya adalah seperti perbedaan antara orang hidup dan orang mati.” (HR Bukhari)
Saya selalu percaya bahwa untuk berubah dibutuhkan kesadaran, pemahaman, dan proses waktu,. Mungkin, untuk membiasakan diri dengan keimanan dan zikir, seseorang masih belum terbiasa atau merasa berat. Tadak mengapa, asal kita telah sepakat dengan perinsip dasar bahwa jiwa manusia membutuhkan konsumsi seperti halnya tubuh juga membutuhkan konsumsi. Adapun konsumsi jiwa adalah: iman dan zikir. Untuk memulai proses perubahan, sebaiknya kita berjalan perlahan, melangkah setapak demi setapak, sedikit-sedikit.
Memang, setiap orang rata-rata menginginkan kemajuan yang pesat. Ya…, siapa yang tidak suka dengan perubahan cepat? Akan tetapi, belajar dari pengalaman, perubahan yang tergesa-gesa, penuh paksaan, atau tidak mengerti ujung pangkalnya, ia kerap berakhir dengan keburukan.
Cobalah saudaraku berjalan perlahan, bertahan, namun tetap konsisten, jangan silau, oleh keadaan sekeliling. Syukuri apa yang Allah berikan kepadamu dan lihatlah kepada mereka yang kerang beruntung, jangan takut kepada siapa pun termasuk kepada orang-orang saleh. Kita tidak beridah kepada manusia, namun kepada Allah saja. Seorang ulama pun kita butuhkan adalah untuk memberi arah dan bimbingan, bukan menjadi tujuan dari ibadah itu sendiri. Berjalanlah, maka kelak engkau akan menemukan yang di cari. Insya Allah.
Wallahu a’lam bish-shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar